Minggu, 22 April 2012

SENI KRIA BATIK SUNDA

0 komentar

Seni Kriya Batik Sunda

Latar Belakang Budaya Busana Sunda yang Menjadi Ungkapan Warna dan Motif pada Seni Batik

Mengenai adat-istiadat suku bangsa Sunda sudah pernah diuraikan oleh beberapa orang budayawan seperti haji Hasan Moestapa, Dr. K.A.H. Hidding (1935) dengan bantuan Muhammad Ambri dan Raden Setjadibrata, kemudian oleh Akib Prawirasuganda (1951). Karya Haji Hasan Mustapa diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Raden Memed Sastrahadiprawira, tidak sampai selesai karena beliau meninggal dunia, kemudian naskah terjemahannya diselesaiikan oleh R.A. Kern.

Di Jawa Tengah seperti Yogyakarta dan Solo terdapat pusat preservasi adat Jawa yaitu sekitar keraton, yang tidak hanya berfungsi secara fisik, melainkan berfungsi pula secara psikis, yaitu melindungi dan memelihara seluruh kekayaan seni budaya Jawa. Berbeda dengan di Jawa Barat, tidak terdapat pusat preservasi adat-istiadat Sunda atau Priangan, sehingga adat-istiadat Sunda relatif lebih terbuka terhadap unsur-unsur modernisasi pergeseran dan perubahan. Hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi. Singggungan dan bentturan terhadap pengaruh kebudayaan luar mengakibatkan antara lain suku Sunda cenderung lebih banyak menggunakan logikanya. Sementara itu cara—cara berrpikir tradisional yang banyak mengandung unsur religius-magis sedikit demi sedikit terkikis.

Gambaran tentang unsur-unsur adat itu terpantul pada bentuk-bentuk kesenian Sunda seperti seni sastra, tembang kecapi suling, tari, wayang golek, sandiwara, batik tulis serta tata-cara berpakaian. Lakon wayang umpamanya, tidak lagi utuh dipertunjukkan di depan umum sebagaimana asalnya, melainkan telah mendapat improvisasi Ki Dalang sesuai dengan masa dan masyarakat penikmatnya. Demikian juga dengan bentuk –bentuk seni lainnya telah mendapat pengembangan daya cipta berdasarkan imajinasi para seniannya tanpa beranjak dari akarnya sendiri. Penampilannya disesuaikan dengan lingkungan kondisi masyarakat penerimanya serta zamannya.

Warna Kasundaan: Kaya Nuansa

Ungkapan warna yang memantulkan keindahan alam Priangan serta kesenian dann kebudayaan tersirat dalam seni tembang dan sajak pupuh Sunda. Satu contoh dari Celempungan atau Gamelan dari Juru Kawih H. Idjah Hadidjah, produksi Jugala tahun 1981 bandung, judul Kuwung-kuwung.

Pelukisan bianglala seputar alam, dengan pemandangan warna yang sulit dilukiskan karena penuh aneka warna yang gemerlapan. Apabila diciptakan melalui rasa berahipun akan tertarik yaitu cinta terhadap alam Maha Pencipta.

Cahayanya seputar alam: warna –warna kuning keemasan, paul atau ungu, hejo atau hijau, beureum atau merah, koneng atau kuning kejinggaan. Digambarkan kemudian, pada waktu warna-warna itu hadir memenuhi ruang langit, lengkung taya aling—aling atau terhampar luas tanpa ada yang menghalanginya. Secara ilmiah apabila yang menjadi dasar susunan warna alam Priangan. Jadi hampir tidak terdapat warna yang kegelapan, suram atau kumal.

Dalam pantun Sinyur terdapat pelukisan warna dari benda sehari-hari:

Lawon sepre gandaria
Nu kayas kantun sakodi
teu malire nu satia
bet luas ngantunkeun abdi

Warna kayas atau merah ros atau merah muda, gandaria atau violet muda atau ungu muda, warna paul atau biru dan warna hejo paul atau kebiruan lebih sering disebut-sebut dalam kawih atau pantun. Hal itu menandakan kesukaan masyarakat Sunda akan nada-nada warna itu (nuansa lembut).

Apabila disusun dalam satu palet warna, maka terdapat dua warna dasar yang mendukung terciptanya nada warna itu. Kedua warna dasar itu ialah biru yang ultramarine dicampur dengan merah yang karmen, tetapi dilengkapi satu sumbu yaitu ke arah putih,, sehingga terjadilah warna: kayas dan gandaria dengan warna ungu di tepinya yang biasa disebut gandola. terjadilah susunan nada warna yang bersifat analog (A.Munsell, color notation, 1898) sebagai berikut:

Kayas
Kasumba
Gandaria
Gandola
Paul

Nada warna warna kayas tergolong yang paling muda atau lembut, sedangkan warna paul tergolong nada warna yang tua atau berat. Kayas, Kasumba, dan Gandaria sering terungkapkan dalam berbagai sajak atau seni pantun tembang Sunda yang sifatnya melankolik. Irama melankolik itu telah menjadi ciri ungkapan sebagai kesenian Sunda, terutama seni tembangnya yang dikenal dengan kecapi suling. Dari susunan nada yang lembut melankolik itu kiranya tidak akan timbul susunan warna yang keras atau berat melainkan cenderung ke arah nada warna lembut penuh dengan khayal.

Pola Hias

Selain nada warna yang terang dan lembut, masyarakat Sunda menyenangi pula berbagai ragam hias untukmengimbangi kemeriahan susunan warnanya. Kidung Sunda yang diterbitkan pada tahun 1928 oleh Bale Poestaka di Weltevreden, Batavia, melukiskan bagaimana para bangsawan Sunda berpakaian, yang disusun dalam kinanti sebagai berikut:

Anggoanana aralus
Matak serab nu ningali
Sang Nalendra kahuripan
Ngagem Kaprabon lineuwih,
Dodotna buatan sebrang,
Dikembang parada rukmi
Beulitan giningsing kawung,
Surup lamun ditingali
Duhungna kadipatian
Landean duhung mas adi
Ditabur mirah dalima,
Sarta mutiara manik
Cahya permata harurung
Tinggal ebyar adu manis
Lir cika-cika maruntang,
Sanggul geyot cara keling,
Dicangklek kancana mubyar
Ditarapang inten rukmi
Direka garuda mungkur
Payus lamun ditingali
Disusumping kembang bodas
Mencenges di kanan keri
Kilat bahu atmaraksa,
Wuwuh surup Sang Narpati.
Sang Prabu Daha kacatur,
Salira tegep rasppati,,
Nganggo dodot sutra kembang
Diparada warna sari,
Sinjang kayas ti Banyumas
Wuwuh sigit ditingali.

Kata-kata yang digarisbawahi ialah istilah-istilah yang mengandung pengertian ragam hias. sebagian kata-kata ragam hias itu menjadi nama dari ragam hias batik tulis yang dibanggakan oleh masyarakat pemakainya, seperti dodot, giringsing kawung, para, garuda mungkur,, dan kembang bodas.

Susunan Warna Kasundaan menurut Nuansa Warna

1. Nada warna ke arah merah atau kemerahan dan kuning:

beureum
beureum cabe
beureum ati
kasumba
kayas
gedang asak
gading
koneng
koneng enay

2. Nada warna ke arah biru atau kebiruan dan hijau:

hejo
hejo lukut
hejo ngagedod
hejo paul
paul
gandaria
gandola
bulao saheab
pulas haseup
bulao

3. Nada warna yang tidak termasuk ke dalam dua kelompok terdahulu:

bodas
hideung
borontok
coklat kopi atau pulas kopi, kopi tutung
candra mawat
bulu hiris
bulu oa: dawuk, hawuk, kulawu, pulas lebu
(oa adalah sebangsa primata / monyet berbulu warna abu-abu)

Artikel ini diambil dari http://nagarihardja.com/artikel-seputar-batik-sunda.html?start=2



View the Original article
newer post

PICTURES OF MODEL KIMIANTO

0 komentar
MODEL I, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.

MODEL II, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.

MODEL III, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.

MODEL IV, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.

MODEL V, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.

MODEL VI, karya Kimianto, 2012, media pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir.


View the Original article
newer post

STROKES THE FACE BY KIMIANTO

0 komentar
"BUNDANE NUREN" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

"The MEANING of a SMILE" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

"STYLISH YOUTH" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

"WRY SMILE a GIRL" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

"CHALLENGING SMILE" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

"SMILE on SEARCHLIGHT EYES" by Eko Kimianto, face, color pencil on paper media quarto, techniques arsir.

Strokes the face of Eco Kimianto, pencil color on paper quarto, techniques arsir.


View the Original article
newer post

SURREALISM KARYA KIMIANTO

0 komentar
Arjuna and Komodo, Kimianto, media works pencil colors on paper quatro, arsir engineering, December 2011.

Persian legend, the work of Kimianto, surrealis, color pencil on paper quatro, arsir engineering, December 2011.

Bull Possessed, by Kimianto, paper, pencil colour with quatro engineering arsir, December 2011.

The fight with the horse, Kimianto, sembrani stapler, paper quatro, arsir engineering, December 2011

So, the work of animal Kimianto, Jadian 2011, color pencil on paper media quatro, the arsir technique.

Stories of 1001 Nights, the works of Kimianto, color pencils, paper quatro arsir technique.

One kind of Surrealism works Kimianto, paper, pencils with Quatro warma arsir techniques.

View the Original article
newer post

SENI LUKIS SURREALISME

0 komentar
MENUJU MAHKOTA DUYUNG, karya Eko Kimianto, media dari pensil warna pada kertas quarto. teknik arsir, 2011

GATOTKACA VERSUR BINATANG PURBA, karya Eko Kimianto, pensil warna pada kertas quarto, arsir, 2011.

TERBANG MENUJU ASA, Eko Kimianto, pensil warna pada kertas quarto, arsir, 2011


MENUJU MAHKOTA DUYUNG, karya Eko Kimianto, media dari pensil warna pada kertas quarto. teknik arsir, 2011

SESUAI EKOSISTEM, karya Eko Kimianto, pensil warna pada kertas quarto, teknik arsir, 2011

SUREALISME

I. PENGENALAN

Surealisme, adalah sebuah aliran seni dan kesusastraan yang menjelajahi dan merayakan alam mimpi dan pikiran bawah sadar melalui penciptaan karya visual, puisi, dan film. Surealisme diluncurkan secara resmi di Paris, Perancis, pada tahun 1924, ketika penulis Perancis Andre Breton menulis manifesto pertama surealisme, mengguratkan ambisi-ambisi akan kelahiran gerakan baru. (Breton menuliskan dua lagi manifesto surealis, pada tahun 1930 dan 1942). Gerakan tersebut segera menyebar ke wilayah lain di Eropa, juga ke wilayah Amerika Utara dan Selatan. Di antara kontribusi-kontribusi yang paling penting dari gerakan surealis adalah penemuan teknik artistik baru yang terhubung ke alam pikiran bawah sadar seniman.

II. ASAL MUASAL SUREALISME

Surealisme, dalam banyak karakteristik, merupakan kelanjutan dari gerakan seni pendahulunya yang dikenal sebagai Dada, yang didirikan di tengah berkecamuknya Perang Dunia I (1914-1918). Terhentak oleh kenyataan kehancuran besar-besaran dan melayangnya begitu banyak nyawa yang diakibatkan perang, motivasi-motivasi para Dadais secara kuat bersifat politis: untuk mengejek kebudayaan, pemikiran, teknologi, bahkan seni. Mereka percaya bahwa keyakinan apapun akan kemampuan kemanusiaan untuk mengembangkan diri melalui seni dan kebudayaan, khususnya setelah penghancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat perang, adalah naif dan tidak realistis. Sebagai akibatnya, para Dadais menciptakan karya menggunakan ketidaksengajaan, kemungkinan, dan apapun yang menekankan pada irasionalitas kemanusiaan: contohnya, menulis puisi-puisi dengan serpihan-serpihan cukilan dari koran yang dipilih secara acak, berbicara dengan kata-kata tak masuk akal keras-keras, dan mendaulat obyek sehari-hari sebagai karya seni. Program surealis adalah pengembangan dari Dada, tapi menaruh lebih banyak pandangan positif secara esensial pada pesan negatif Dada .

Para surealis secara hebat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis dari Austria. Mereka terutama sangat menerima pembedaannya antara ego dan id-yaitu, antara naluri-naluri dan hasrat-hasrat utama kita (id) dan corak perilaku kita yang lebih beradab dan rasional (ego). Sejak tuntutan dan kebutuhan utama kita secara berkala berjalan bersinggungan dengan pengharapan masyarakat, Freud menyimpulkan bahwa kita menekan hasrat asli kita ke dalam bagian bawah sadar pikiran kita. Untuk individu yang ingin menikmati kesehatan kejiwaan, ia rasa, mereka harus membawa hasrat-hasrat itu ke pikiran sadar. Freud percaya bahwa – mengesampingkan desakan tuntutan untuk menekan hasrat-hasrat – yang ada di pikiran bawah sadar tetap menampilkan dirinya, terutama ketika pikiran yang sadar melonggarkan cengkeramannya; dalam mimpi, mitos, corak kelakuan ganjil, terpelesetnya lidah, ketidaksengajaan, dan seni. Dalam pencarian untuk mendapatkan akses ke alam pikiran bawah sadar, para surealis menciptakan bentuk dan teknik baru seni yang radikal.

III. MIMPI-MIMPI, MITOS-MITOS, DAN METAMORFOSIS

Mimpi, menurut Freud, adalah jalan terbaik untuk mempelajari alam bawah sadar, karena dalam mimpilah pikiran bawah sadar kita, hasrat-hasrat utama menampilkan dirinya. Ketidakberaturan dalam mimpi, Freud percaya, adalah hasil dari pergulatan memperebutkan dominasi antara ego dan id. Dalam usaha untuk mengakses kinerja pikiran yang sebenarnya, banyak surealis yang menggali untuk meraba kualitas mimpi yang tak masuk akal. Para pemimpin dari seniman-seniman tersebut antara lain Salvador Dali dari Spanyol, dan Rene Margrite serta Paul Delvaux dari Belgia.

Untuk mengungkap kualitas irasional dari alam mimpi – dan secara bersamaan, untuk mengejutkan para penyimaknya – banyak pelukis surealis menggunakan representasi yang realistis, tapi meletakkan secara berdampingan objek-objek dan gambarannya dengan cara yang irasional. Dalam “Magritte’s Pleasure” (1927, Kunstsammlung Nordrhein-Westfalen, Düsseldorf, Jerman), sebagai contohnya, seorang gadis kecil mencabik-cabik seekor burung dengan giginya lalu menelannya hidup-hidup. Karya tersebut menggarisbawahi kejahatan umat manusia, sambil mempermainkan ketidakcocokan antara judul dan gambarannya. Dalam karya Dali, Apparition of Face and Fruit Dish on a Beach (1938, Wadsworth Atheneum Museum of Art, Hartford, Connecticut), buah-buahan pelengkap hidangan tampak menggentayang sebagai wajah, jembatan sebagai kalung kekang anjing, dan pantai sebagai taplak meja, tergantung apa yang menjadi fokus penyimaknya.

Dali juga bereksperimen dengan film, yang menawarkan kemungkinan memotong, menindih, mencampur, atau memanipulasi gambar untuk menciptakan penyejajaran gambar sedemikian rupa yang mengguncang penyimaknya. Dalam film seperti Un chien Andalou (An Adalusian Dog, 1929) dan L’age d’or (The Golden Age, 1930), dua-duanya adalah hasil kolaborasi dengan sutradara Spanyol Luis Bunuel, perangkat-perangkat tersebut digunakan sebagai tambahan untuk rangkaian dan pengembangan plot yang irasional.

Metamorfosis dari satu objek ke objek lainnya, yang populer digunakan oleh para pelukis dan pembuat film surealis, adalah perangkat yang juga digunakan oleh para pemahat surealis. Seniman Swiss Meret Oppenheim menghubungkan cangkir teh, piring cawan, dan sendok dengan bulu binatang dalam karyanya Object (Breakfast in Fur) (1936, Museum of Modern Art, New York City), membawa penyimaknya untuk membayangkan sensasi yang membingungkan dengan meminum dari cangkir serupa itu.

Banyak surealis yang menjadi terpesona dengan mitos. Menurut Freud, mitos-mitos mengungkap belenggu kejiwaan yang tersembunyi dalam setiap manusia. Psikolog Swiss Karl Jung meneruskan dengan argumen bahwa mitos – mengesampingkan tempat asal dan waktu terjadinya – menunjukkan persamaan yang patut diperhatikan. Ia menjelaskan persamaan-persamaan tersebut melalui keberadaan apa yang ia sebut dengan “ketidaksadaran kolektif”, lapisan kejiwaan yang entah bagaimana dimiliki oleh semua manusia. Seperti halnya mimpi menampilkan gambaran-gambaran irasional yang mengungkap kejiwaan pemimpinya, mitos mengungkap kejiwaan semua umat manusia.

Dalam lukisan Dali “Metamorphosis of Narcissus”(1934, Tate Gallery, London, England), sang seniman merujuk pada tokoh mitos Yunani kuno, Narcissus, yang mana adalah seorang anak muda yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri dan dialih-bentukkan menjadi bunga yang cantik. Mitos-mitos Yunani menarik para surealis karena metamorfosis (perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain) adalah tema yang paling sering mereka ulang. Secara serupa, dalam lukisan Dali, apa yang pada pandangan pertama tampak seperti pantat manusia, dilihat dengan cara lain, menjadi gambar tangan yang memegang telur.

Mitos-mitos juga menarik bagi surealis dikarenakan peran pentingnya bagi budaya-budaya non-barat. Dalam pandangan para pengikut Freud, peradaban barat berada dalam bahaya karena menceraikan kemanusiaan dari sifat alaminya. Secara luas dipercaya bahwa budaya-budaya non-barat lebih selaras dengan sifat dan dorongan-dorongan alami – dorongan-dorongan yang diekspresikan melalui mitos-mitos dan seni kebudayaan tersebut. Seorang surealis yang meminjam dari kesenian Afrika untuk karyanya adalah pemahat Swiss Alberto Giacometti. Dalam membuat “Spoon Woman” (1926, Museum of Modern Art, New York City), yang mana di dalamnya sendok menyerupai juga bentuk badan wanita yang berlekuk, Giacometti dipengaruhi oleh orang suku Dan di Liberia dan Cote d’Ivoire, yang mana sendok-sendok dan centong-centongnya juga menyerupai bentuk manusia.

IV. TEKNIK-TEKNIK SUREALIS

Sebuah strategi yang digunakan para surealis untuk mengangkat gambaran-gambaran dari alam bawah sadar disebut “Exquisite Corpse”. Dalam bentuk seni kolaborasi ini, sehelai kertas dilipat menjadi empat bagian lipatan, dan empat seniman berbeda memberi kontribusi berupa representasi gambarannya tanpa melihat kontribusi seniman-seniman lainnya. Yang pertama menggambar kepala, melipat lagi kertasnya lalu menyerahkannya kepada seniman lainnya, yang menggambar bagian atas tubuh; yang ketiga menggambar kedua kaki, dan yang keempat, menggambar bagian bawah tubuh. Para seniman itu lalu membuka lipatan kertas untuk mempelajari dan menginterpretasikan kombinasi gambar tersebut.

Max Ernst, surealis Jerman, menemukan teknik lain yang menggunakan kemungkinan dan ketidaksengajaan: frottage (bahasa Perancis untuk “menggosok”). Dengan menempatkan kepingan-kepingan kayu atau logam yang kasar di bawah kanvas dan selanjutnya melukis atau menggambar dengan pensil di atasnya, sang seniman mentransfer motif kasar dari permukaan tersebut ke dalam karya-jadi. Dalam “Laocoon, Father and Sons” (1926, Menil Collection, Houston, Texas), Ernst meracik motif kasar kemungkinan dengan cara menggosok, sambil merujuk juga pada tokoh mitos Yunani, Laocoon, seorang imam Troya yang bergulat dengan piton-piton raksasa.

Barangkali teknik paling penting yang digunakan surealis untuk mengangkat alam bawah sadar adalah “automatisme”. Dalam lukisan, automatisme dibuat dengan membiarkan tangan menjelajahi permukaan kanvas tanpa campur tangan dari pikiran sadar. Tanda-tanda yang dihasilkan, mereka pikir, tidak akan menjadi acak atau tak berarti, tapi akan dibimbing pada setiap titiknya dengan memfungsikan pikiran bawah sadar sang seniman, dan bukan oleh pikiran rasional atau pelatihan keartistikan. Dalam “The Kill” (1944, Museum of Modern Art, New York City), pelukis Perancis Andre Mason menerapkan teknik ini, tapi kemudian ia menggunakan tanda-tanda yang telah diimprovisasi sebagai dasar untuk penguraiannya. Betapapun mengada-adanya penyerupaannya dengan objek nyata (dalam hal ini, wajah atau bagian tubuh), ia memperbaikinya untuk membuat hubungannya tampak lebih jelas. Karena Masson tidak menentukan sebelumnya hal yang menjadi subjek dari lukisannya, para surealis mengklaim bahwa uraian-uraiannya selanjutnya dimotivasi secara murni oleh keadaan emosionalnya selama pembuatannya.

Seniman lainnya yang menggunakan teknik automatisme adalah pelukis Spanyol Joan Miro. Dalam “Birth of the World” (1925, Museum of Modern Art, New York City), contohnya, ia menuangkan zat warna secara acak ke atas kanvas dan membiarkan lukisannya melaju melintasi permukaannya mengikuti gravitasi, menciptakan serentetan hasil yang tak bisa ia prediksi ke depannya. Sejalan dengan Masson, langkah dalam karya lukisan seniman lainnya malah dibuat lebih secara disengaja dan diperhitungkan. Sang seniman mungkin telah merenungkan warna yang akan dituangkan ke atas kanvas untuk beberapa lama, lalu, terinspirasi oleh bentuk-bentuk dan makna-makna yang mereka anjurkan, menambahkan beberapa lekukan, bentuk-bentuk abstrak yang memunculkan wujud-wujud hidup. Judul “Birth of the World” menyiratkan bahwa dunia diciptakan dari tiada, tapi juga merepresentasikan lahirnya kesadaran melalui penciptaan lukisan.

Beberapa surealis, diantaranya Ernst, Yves Tanguy dari Perancis, dan Roberto Matta dari Chili, menggunakan kombinasi teknik-teknik tersebut untuk menyiratkan keadaan alam mimpi atau untuk menghasilkan perbendaharaan abstrak dari bentuk-bentuk. Mereka sesudahnya kesulitan untuk menyimpannya ke dalam sebuah kategori. Dalam karya Matta “The Unknowing” (1951, Museum of Modern Art, Vienna, Austria) contohnya, sang seniman telah membuat ruang dan objek-objek tiga dimensi yang kelihatan solid. Objek-objek tersebut, bagaimanapun juga, sangat ambigu sehingga penyimaknya bisa melihatnya dengan berbagai cara dan menyimpulkan interpretasi mereka sendiri-sendiri terhadap lukisan tersebut.

V. SASTRA SUREALIS

Meskipun surealisme paling banyak memberikan pengaruh dalam seni visual, gerakan tersebut pada awalnya dimulai sebagai gerakan kesusastraan. Menurut Andre Breton, karya surealis yang pertama adalah “Les champs magnétiques” (1920; The Magnetic Fields, 1985), kumpulan tulisan automatisme yang ia tulis berkolaborasi dengan penulis Perancis Philippe Soupault. Penulis-penulis surealis penting lainnya antara lain para penulis Perancis Louis Aragon, Jean Cocteau (yang juga membuat film-film surealis), dan Paul Éluard. Beberapa penulis surealis membuat catatan-catatan dari mimpi, dan, seperti pelukis surealis, beralih pada teknik automatisme untuk mengakses alam bawah sadar. Dalam penulisan automatis para surealis membiarkan pikirannya mengalir dengan bebas ke dalam halaman kertas tanpa mencoba untuk menyunting atau mengaturnya. Hasil aliran kata-kata tersebut seringkali susah dimengerti. Seperti pelukis surealis, para penulis tersebut kemudian memodifikasi automatisme murni dari percobaan awal mereka dengan menyuntingnya, seringkali dengan penegasan yang seksama terhadap gambaran-gambaran simbolis.

Para penulis surealis menggali kembali ketertarikan dalam dua orang penyair Perancis yang karyanya sepertinya telah mengandung benih-benih surealis: Arthur Rimbaud dan Isidore Ducasse, yang nama penanya adalah Le Comte de Lautréamont. Breton mengadopsi ungkapan dari Lautreamont “cantik seperti kesempatan yang bertemu di meja mesin jahit yang terpotong dan sebuah payung,” sebagai contoh yang mengejutkan, ketidakberaturan kecantikan yang diharapkan para surealis untuk diungkapkan.

VI. PENGARUH SUREALISME

Surealisme dinilai sebagai salah satu dari gerakan-gerakan seni yang paling penting dan berpengaruh di Eropa pada paruh pertama abad 20. Banyak surealis, termasuk Breton, Masson, Ernst, and Matta, menghabiskan waktu di Amerika Serikat selama Perang Dunia II (1939-1945). Kehadiran mereka terbukti penting bagi perkembangan para pelukis abstrak-ekspresionis, terutama bagi karya Arshile Gorky, Robert Motherwell, dan Jackson Pollock. Surrealism juga meninggalkan pengaruh kekal pada seni Amerika Latin, dalam karya seniman-seniman seperti Frida Kahlo dari Meksiko dan Wifredo Lam dari Kuba.

Sumber: Encarta Reference Library
Kontributor: Claude Cernuschi
Diterjemahkan oleh: Sam Haidy

Artikel ini diambil dari http://eka.web.id/surealisme-pengertian-dan-sejarah.html



View the Original article
newer post
older post